Saturday, May 1, 2010

Luruskan Niat, Jalankan

Leave a Comment
Bismillaah,

Baru saja pulang dari acara main futsal bareng TDA Jogja. Tidak diduga malah sharing panjang lebar dengan Reza Ikhwan pemilik warung Mabes Bebek Goreng. Bung Reza ini luar biasa, dalam sharingnya dia menceritakan bagaimana kekhawatirannya akan lemahnya pendidikan di Indonesia yang mengakibatkan kemiskinan sulit untuk diberantas. Maka dari itu ia ikut membantu membangun sebuah sekolah gratis untuk anak-anak miskin di daerah Banguntapan, Bantul.

Sekolah ini ternyata bukan sekolah dengan kurikulum standar seperti yang diberikan oleh pemerintah. Kurikulum sekolah ini diarahkan untuk membentuk karakter anak-anak sekitarnya yang miskin, sehingga siswa didiknya mendapat keahlian soft skill dalam kehidupan. Kenapa begitu? ternyata banyak anak-anak miskin yang tidak berani dalam mengungkapkan dirinya, atau lebih tepatnya tidak percaya diri. Contohnya ada yang ketika diminta menyebutkan nama lengkapnya saja sangat susah, mereka hanya ingin memberikan nama panggilannya saja. Terlihat sekali bagaimana kurangnya percaya diri anak-anak itu.

Lalu bagaimana bila mereka turun ke masyarakat? Sedangkan yang jelas mereka tidak mampu untuk bersekolah tinggi-tinggi karena keterbatasan biaya? Apakah dengan ketidakpercayaan diri itu mereka memilih tidak berjuang?Apakah mereka hanya jadi pengangguran atau beban bagi masyarakat? Karena mereka hanya lulusan SD atau SMP? Di sini perannya, sekolah ini berupaya untuk menjadikan anak-anak di dalamnya percaya bahwa mereka itu mampu, mereka itu bisa juga menjadi seseorang yang 'jadi' walau hanya lulusan SD atau SMP.

Dalam sharingnya, saya menyarankan kepada bung Reza untuk melibatkan teman-teman psikologi yang sangat mengerti perkembangan psikologi anak. Karena kasus di anak-anak itu beraneka ragam. Contohnya, ada seorang anak kelas 4 SD yang sudah 5 tahun tidak naik kelas. Saya bertanya-tanya, bagaimana bisa? Ternyata dia seringkali dikata-katai oleh orang-orang di lingkungannya semacam 'goblok' atau 'bego'. Di rumahnya pun dia sering dipukul dan dikata-katai oleh orangtuanya.Anak ini dipekerjakan oleh kedua orangtuanya sebagai sinden di karawitan tempat orang tuanya bekerja.

Ada pula seorang kakak yang harus mengurus kelima adik-adiknya yang masih kecil ketika kedua orangtuanya bekerja sebagai buruh. Sungguh miris mendengar cerita anak-anak ini. Lalu di mana peran pemerintah dan masyarakat kita?

Ketika berbicara tentang kinerja pemerintah, saya selalu menyimpulkan bahwa permbahasan tidak akan ada ujungnya. Selalu berkisar antara kepentingan-kepentingan orang-orang atas yang saling bertabrakan. Selalu berbicara akan setiap lini pemerintahan yang menguras duit rakyat dengan meminta sogokan ataupun korupsi. Selalu berbicara bagaimana memecahkan masalah tanpa tahu betul masalah apa yang dihadapi dan pemecahan apa yang seharusnya dilakukan. Selalu begitu-begitu saja. Buntutnya masyarakat yang jadi korban.

Pada kasus pendidikan, sudah sangat jelas terlihat bahwa pemerintah tidak menaruh concern yang memadai akannya. Bayangkan saja, kurikulum saya ketika masih SMP kok sekarang sudah muncul di kurikulum SD, padahal mayoritas masyarakat kita banyak yang tidak mampu, gimana mau mengerti kalau ga pake les atau bimbingan belajar... gila kan namanya ??? Lalu hebatnya lagi, sekolah-sekolah ditekan dengan standar yang tinggi tanpa mempertimbangkan kemampuan murid-murid di dalamnya menyerap tuntutan pemerintah yang berlebihan, malah sekarang katanya mau ada sekolah yang ditutup karena gagal meluluskan anak didiknya, busettt... Kurikulum Indonesia itu sangat aneh, aneh sekali. Entah apa maunya pemerintah, tapi kurikulum yang dibuat sudah terlihat jelas menjadi bumerang bagi kita sendiri karena anak-anak Indonesia jadinya tidak bisa terdevelop dengan sempurna.

Oke cukup curhat selipannya. Kembali ke sekolah ini, intinya pemerintah tidak banyak membantu. Jadi apa yang bisa kita sebagai masyarakat lakukan? Hal ini yang menggelitikku lagi. Kita hidup tidak sendirian kan? Kita hidup berdampingan dengan mereka yang memerlukan kan? Kita hidup untuk saling tolong menolong kan? Muncul kembali apa yang menjadi tujuan awal saya berbisnis : "Untuk membantu orang lain".

Setelah sekian lama ribet dan pusing dengan urusan manajemen dan berbagai hal intern bisnis, saya telah melupakan hal yang di-bold di atas itu. Itulah langkah awal kenapa saya ingin membangun bisnis, saya ingin mempunyai power dan finansial yang kuat agar bisa ikut menjadi poros besar dalam meningkatkan kualitas manusia di sekeliling kita, saya ingin bisa memberi banyak, kalau perlu tidak usah mencicipi hasil bisnis terlalu banyak, biarlah orang yang lebih membutuhkan yang mencicipinya. Karena toh kita mati tidak bawa apa-apa kan? Biar bangsa kita semakin maju dan maju...

Dunia ini hanya sebentar, begitu luas terbentang peluang kita untuk beribadah dengan berbagi, menebar rahmat. Sayang kalau keadaan Indonesia yang sedemikian rapuhnya tidak kita manfaatkan untuk ladang beramal dan beribadah. Kita harus bisa jadi orang yang berkarya dan berjuang terus untuk orang-orang di sekitar kita, karena sudah baca hal di atas kan? Yang membutuhkan tidak cuman yang di pelosok Nabire atau Papua di sana, tapi ternyata orang-orang di sektiar kita pun menyimpan keinginan uluran tangan dari kita yang bisa memberikannya.

Terima kasih Bung Reza atas sharing dan ilmu-ilmunya yang tidak bsia diceritakan lebih terperinci di blog ini, semoga tulisan singkat ini pun bisa memantabkan langkah kita semua, dan menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Amin. Wassalam.

0 comments: